
Oleh : Dr. Andreas Christian Widjaja, Sp.PK
BERSIAP MENYAMBUT “NEW NORMAL” ERA
Sejak awal tahun 2020 hingga saat ini, seluruh penduduk dunia dikejutkan dan dihebohkan oleh virus Corona yang ditemukan pertama kali di sebuah pasar ikan di Wuhan, Provinsi Hubei yang menyebar dengan sangat cepat dan menimbulkan pneumonia jenis baru. Awalnya penyakit ini dinamakan sementara dengan nama 2019 Novel Corona Virus (2019-nCoV) hingga WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari 2020 yaitu Corona Virus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS CoV-2). Virus ini menyebar ke lebih dari 190 negara dan ditetapkan sebagai pandemi.
Kasus COVID-19 pertama di Indonesia dilaporkan pada 2 Maret 2020. Hingga 25 Mei 2020 terdapat kasus terkonfirmasi berjumlah 22.750 orang dan meninggal sebanyak 1.391 orang. Tingkat kematian COVID-19 di Indonesia sebesar 6,1% dimana angka ini masih merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Sementara itu di dunia, Amerika Serikat menduduki peringkat pertama jumlah pasien COVID-19 yang mencapai lebih dari 1,7 juta orang dengan jumlah korban meninggal hampir menyentuh 100.000 orang.
Coronavirus merupakan virus RNA yang berukuran sangat kecil. Virus ini utamanya menyebabkan infeksi pada hewan termasuk kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya pandemi COVID-19, sudah ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia. Coronavirus yang menjadi penyebab COVID-19 termasuk dalam genus betacoronavirus. Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute Rsepiratory Syndrome (SARS) pada 2002 – 2004 yang lalu. Selain itu secara genomik, virus ini memiliki kemiripan dengan coronavirus yang diisolasi dari kelelawar sehingga muncul dugaan bahwa virus ini berasal dari kelelawar yang bermutasi dan dapat menginfeksi manusia.
Penyebaran SARS CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih cepat. Transmisi terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin. Selain itu dapat ditransmisikan melalui aerosol (dihasilkan melalui nebulizer) dan tindakan medis pada saluran nafas. SARS CoV-2 selain menginfeksi saluran pernafasan sebagai target utama, juga terbukti menginfeksi saluran cerna. Virus dapat terdeteksi dalam tinja (feces) dan pada 23% pasien yang dilaporkan virusnya tetap terdeteksi dalam feces walaupun sudah tidak terdeteksi pada saluran nafas. Fakta tersebut menguatkan dugaan kemungkinan transmisi melalui fekal-oral.
Beberapa penelitian menemukan bahwa virus SARS CoV-2 dapat bertahan hidup pada benda-benda di sekitar kita. Virus ini dapat hidup pada bahan plastik dan stainless steel (>72 jam), tembaga (4 jam) dan kardus/kertas (24 jam). Studi lain menyatakan virus dapat ditemukan pada gagang pintu, saklar lampu, tombol lift, pegangan tangga/eskalator, keyboard, smartphone, remote dan benda-benda lain yang sering disentuh banyak orang.
Patogenesis COVID-19 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga tidak berbeda jauh dengan SARS yang sudah lebih banyak diketahui. Virus SARS CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel saluran nafas yang melapisi alveoli. Virus akan berikatan dengan reseptor, membuat jalan masuk ke dalam sel, menduplikasi materi genetik, membuat protein yang dibutuhkan dan melakukan replikasi yang menghasilkan virus-virus baru yang muncul di permukaan sel. Adanya ganggunan pengaturan sistem imun baik respon imun yang tidak memadai ataupun yang terlalu berlebihan akan meningkatkan kerusakan jaringan pada pasien COVID-19.
Berdasarkan data yang ada, terdapat penyakit atau kondisi penyerta (komorbid) yang merupakan faktor risiko dari infeksi SARS CoV-2. Komorbid tersebut antara lain hipertensi, diabetes mellitus, kanker, kondisi sistem imun yang menurun (immunocompromise) seperti pada HIV, sirosis hati, usia lanjut, jenis kelamin laki-laki, perokok aktif dan penyakit saluran nafas.
Gambaran klinis pasien COVID-19 sangat bervariasi mulai dari yang tanpa gejala dan kita kenal sebagai OTG (Orang Tanpa Gejala), gejala ringan hingga gejala yang berat yang dikenal dengan ODP dan PDP (Orang Dalam Pemantauan dan Pasien Dalam Pengawasan). Klinis yang sering terjadi adalah demam, batuk, pilek, kelelahan (fatique), nyeri tenggorokan, sakit kepala, pneumonia ringan hingga berat, sepsis dan gagal nafas. Pada beberapa kasus, gejala yang muncul berupa diare dan muntah, gatal-gatal dan kelainan kulit serta gangguan syaraf.
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis COVID-19 ini adalah pemeriksaan radiologis dan laboratoris. Pemeriksaan radiologis yang digunakan adalah foto thorax dan CT scan. Pada foto thorax ditemukan gambaran berwarna putih (opasifikasi) pada lapangan paru, infiltrat, penebalan peribronkial, konsolidasi fokal, efusi pleura dan atelektasis. Sedangkan pada CT scan yang lebih sensitif, akan ditemukan adanya opasifikasi ground glass (gambaran seperti gelas retak) dengan ataupun tanpa adanya konsolidasi pada lobus-lobus paru.
Pada pemeriksaan awal laboratorium akan ditemukan lekopenia (jumlah lekosit yang menurun <4.000/µL), limfositopenia (jumlah limfosit absolut menurun <1.500/µL), Neutrophyl Lymphocyte Ratio (NLR) >3,13, kadar C-Reactive Protein (CRP) >10 mg/L. Lalu kita kenal pula adanya pemeriksaan rapid test dan PCR (Polimerase Chain Reaction).
Rapid test digunakan untuk skrining awal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel darah kapiler, serum ataupun plasma. Test ini mendeteksi adanya antibodi (imunoglobulin) baik IgM maupun IgG. Hasil rapid test ini adalah Reaktif dan Non Reaktif. Hasil pemeriksaan Non Reaktif harus diulang 10 hari lagi, sedangkan jika hasil pemeriksaan yang Reaktif, maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan PCR. Hasil yang Reaktif tidak berarti seseorang pasti positif COVID-19, karena hasil reaktif dapat pula disebabkan oleh reaksi silang antibodi dengan berbagai virus lain yang akan menyebabkan hasil positif palsu.
Test PCR saat ini merupakan satu-satunya cara untuk menegakkan diagnosis pasti infeksi COVID-19 yang direkomendasikan WHO. Pengambilan sampel PCR yang direkomendasikan WHO ada 2 yaitu dari saluran nafas bagian atas yang didapatkan dari usapan (swab) hidung dan tenggorok (nasofaring) dan dari saluran nafas bawah (berupa sputum, brochoalveolar lavage dan aspirat endotrakheal) melalui bronchoscopy. Pengambilan sampel sebanyak 2 kali yaitu 2 hari berturut-turut pada ODP dan PDP serta hari ke-1 dan hari ke-14 pada orang kontak erat dan OTG. Sampel pemeriksaan harus menggunakan media transpor virus yang khusus dan dikerjakan di laboratorium dengan standar minimal BSL-2. Pemeriksaan ini mendeteksi materi genetik virus. Sampel dikatakan positif (konfirmasi SARS CoV-2) bila hasilnya didapatkan dua target genom (N, E, S atau RdRP) yang spesifik SARS CoV-2 atau positif betacoronavirus dengan ditunjang hasil sequencing sebagian atau seluruh genom virus yang sesuai SARS CoV-2.
Hingga saat ini belum ada rekomendasi penatalaksanaan khusus pasien COVID-19, termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah terapi simptomatik dan pemberian oksigen. Para ilmuwan dari berbagai negara berpacu untuk menemukan antivirus ataupun vaksin yang dapat digunakan secara definitif mengatasi COVID-19 ini. Beberapa negara telah mengumumkan uji klinis antivirus dan juga vaksin pada manusia, tetapi hasilnya masih dikaji lebih lanjut. Setidaknya dibutuhkan waktu 1 hingga 2 tahun ke depan sampai vaksin untuk COVID-19 ini benar-benar ditemukan, dinyatakan aman dan diedarkan ke seluruh dunia.
Upaya yang dapat kita lakukan saat ini adalah melakukan pencegahan. Kunci pencegahan COVID-19 ini meliputi memutus rantai penularan dengan melakukan deteksi dini, isolasi dan proteksi dasar. Deteksi dini dan isolasi dilakukan pada seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau pernah kontak dengan pasien yang positif COVID-19 dengan segera berobat ke fasilitas kesehatan. Bagi kelompok risiko tinggi, direkomendasikan untuk menghentikan seluruh aktivitas selama 14 hari, pemeriksaan terhadap adanya infeksi SARS CoV-2 dan isolasi. Pada kelompok risiko rendah, dihimbau melaksanakan pemantauan mandiri setiap harinya terhadap suhu dan gejala gangguan pernafasan selama 14 hari dan mencari pertolongan kesehatan bila mengalami keluhan yang memburuk. Pada tingkat masyarakat, upaya mitigasi meliputi pembatasan bepergian dan berkumpulnya massa pada acara besar (social dan physical distancing).
Peningkatan personal hygiene, cuci tangan dan desinfeksi dalam menghadapi pandemi COVID-19 merupakan proteksi dasar yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau dengan sabun dan air mengalir, hindari menyentuh daerah wajah terutama hidung dan mulut dengan permukaan tangan, menjaga jarak minimal 1 meter, menggunakan masker, melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki keluhan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh khususnya terhadap infeksi saluran nafas yaitu dengan berhenti merokok dan konsumsi alkohol, memperbaiki kualitas tidur, makan makanan bergizi, konsumsi suplemen dan berolahraga secara teratur. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko infeksi saluran nafas karena merokok sendiri akan menyebabkan penurunan fungsi proteksi epitel saluran nafas, makrofag alveolus, Natural Killer (NK) cell dan sistem imun adaptif. Selain itu merokok diketahui dapat meningkatkan virulensi mikroba dan resistensi antibiotika. Konsumsi alkohol dapat menurunkan fungsi lekosit, silia saluran nafas dan makrofag alveolus. Kurang tidur juga berdampak terhadap imunitas secara umum. Suplementasi vitamin C dan D dapat memberikan proteksi terhadap infeksi saluran nafas akut.
Dibutuhkan kerjasama semua lapisan masyarakat untuk mengatasi pandemi ini. Keberhasilan penanganan COVID-19 ini ditentukan oleh kita sendiri dalam mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Sudah siapkah kita memulai kehidupan baru pasca pandemi dengan kenyataan bahwa virus SARS CoV-2 akan selalu ada dalam kehidupan kita di masa yang akan datang? Upaya pencegahan adalah satu-satunya yang dapat kita lakukan saat ini agar terhindar dari COVID-19. Belajar berdamai dengan keadaan dan selalu menjaga kewaspadaan adalah cara terbaik untuk dapat bertahan melewati masa pandemi dan menyambut “new normal” era dengan selamat.
One comment
Cara mendaftar vaksin covid 19